Senin, 03 Mei 2010

PASIR BESI


RINGKASAN

Bahan baku yang tersedia di alam seperti baja banyak dimanfaatkan pada bidang industri.,contohnya di bidang industri pengecoran logam. Karena keterbatasan atau kelengkaan bahan baku tersebut menyebabkan beberapa industri mengalami kerugian. Sedangkan industri pengecoran logam sangat berperan penting untuk berbagai keperluan, misalnya untuk mesin-mesin perkakas dan kendaraan bermotor.

Pasir besi merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengganti bahan baja yang digunakan sebagai bahan dasar di bidang industri pengecoran logam. Cara tersebut bisa dimungkinkan dengan pengolahan pasir besi secara mandiri dengan memisahkan atau mengeliminasi pengotor yang terdapat dalam pasir besi tersebut, yaitu dengan metode bubbling dan compound separation, sehinnga pasir besi dapat digunakan sebagai solusi Pengolahan Bijih Besi Mandiri di Bidang Industri Pengecoran Logam

Sehingga dari adanya solusi di atas diperlukan pengimplementasian yang perlu dilakukan dan didukung oleh beberapa elemen atau pihak-pihak yang dapat membantu mengembangkan proyek pemanfaatan pasir besi sebagai pengolahan bijih besi mandiri. Hal tersebut dilakukan secara terkait dan kerjasama antar beberapa pihak.

Produktivitas dari alam mempunyai banyak ragam. Salah satunya adalah bahan material. Bahan material memiliki sifat dan karakter tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kehidupannya. Salah satu contoh dari bahan material adalah pasir besi yang mempunyai banyak manfaat. Salah satu manfaat tersebut adalah dalam bidang pengecoran logam.

Seringkali sebagian atau seluruh bagian dari suatu perangkat harus dibuat melalui proses pengecoran untuk alas an keutuhan bentuk dan kekuatan konstruksi tertentu. Misalnya untuk mesin-mesin perkakas dan kendaraan bermotor bagian yang dicor berkisar antara 50%-90% dari berat keseluruhan. Dengan demikian Indonesia akan sangat membutuhkan banyak ahli dalam bidang ini untuk menuju swasembada.

Pengecoran logam tidak sesederhana mencairkan logam lalu menuangkannya ke dalam cetakan.Untuk menjadi seorang yang kreatif, teknik pengecoran logam pengetahuan dan keterampilan yang harus dipelajari adalah sifat dan struktur material(metalurgi), teknik pembuatan inti dan cetakan(core & mould), teknik pengecoran dan sebagainya.

Industri berbasis baja di Indonesia sendiri sudah banyak yang terpuruk, bahkan ada yang sampai gulung tikar. Misalnya, para pengrajin di sekitar Kecamatan Ceper, Klaten, Jawa Tengah, yang terpaksa gulung tikar setelah persediaan bahan baku besi atau baja mereka menipis dan harganya semakin mahal. sehingga Pemanfaatan Pasir Besi Sebagai Solusi Pengolahan Bijih Besi Mandiri di Bidang Industri Pengecoran Logam.
perlu diangkat dengan harapan dapat memberikan pengetahuan, informasi serta solusi bagi industri yang berbasis bahan baja.

Tujuan dari program ini adalah memberikan informasi kegunaan pasir besi sebagai solusi pengolahan bijih besi mandiri di bidang industri pengecoran logam dan bermanfaat untuk Mengetahui kegunaan pasir besi sebagai solusi pengolahan bijih besi mandiri di bidang industri pengecoran logam.

Kondisi Terkini

Industri baja pada 2010 diprediksi tumbuh sekitar 5 persen sampai 10 persen setelah tahun lalu hanya berada di minus 0,06 persen. Prediksi tersebut sangat konservatif karena pemerintah masih akan mengubah proyeksi pertumbuhan tersebut setelah melakukan penilaian terhadap realisasi perdagangan bebas dengan beberapa Negara(Koran Jakarta,2010)

(Berita iptek) mengatakan bahwa kondisi industri berbasis baja dan besi cor semakin menyedihkan. Pasokan bahan baku baja yang menipis dan tingginya harga telah menghancurkan ratusan industri kecil pengecoran di Ceper dan sekitarnya. Sebetulnya, masih ada faktor lain yang menyebabkan industri kecil itu terpuruk, seperti meningkatnya harga bahan bakar minyak dan briket batu bara untuk mencairkan logam. Semua itu terakumulasi dalam perhitungan biaya produksi yang tidak menguntungkan terhadap hasil penjualan(Anonim,2009).

Dari masalah-masalah dia atas diperlukan adanya solusi menggunakan pasir besi sebagai bahan baku lokal untuk pengecoran logam karena pasir besi yang ada di sekitar lingkungan jumlahnya sangat melimpah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.

Menyongsong negara berbasis industri, Indonesia harus memiliki pasokan bahan baku. Indonesia tidak boleh tergantung kepada negara lain yang labil karena diperebutkan oleh negara-negara yang lebih maju dengan konsumsi yang jauh lebih besar. Harga bahan baku baja akan mudah disetir dan sangat merugikan. Program penyelamatan industri baja nasional melalui pengolahan bijih besi mandiri harus segera digulirkan kalau tidak ingin menemui kebangkrutan. Untuk mewujudkan program tersebut, berikut adalah peran masing-masing elemen atau pihak-pihak yang terkait, yaitu:

a. Pemerintah. Pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang mengatur dan mengontrol terlaksananya program pengolahan bijih besi mandiri. Dana-dana harus diprioritaskan untuk tujuan tersebut di samping harus selalu mendorong elemen lain untuk bekerja keras mensukseskan program tersebut. Nilai ekonomi pasokan baja nasional (5-6 juta ton) melebihi 30 trilyun pertahun dan akan semakin meningkat seiring dengan kemajuan industri. Sementara itu, dana yang berkaitan dengan riset untuk pengembangan teknologi pengolahan bijih besi mandiri sangat sedikit bahkan cenderung tidak ada. Para peneliti di pusat-pusat penelitian harus bersaing untuk mendapatkan dana riset yang tersedia untuk pengembangan teknologi pengolahan bijih besi lokal karena tidak adanya prioritas yang mendukung program tersebut.

b. Lembaga penelitian. Sebagian besar lembaga penelitian yang mengembangkan riset di bidang pengolahan bijih besi sendiri-sendiri dan kurang melakukan koordinasi dengan lembaga lain atau dengan industri terkait. Walhasil, teknologi yang dikembangkan tidak bersifat integrated(menyeluruh) dan hasilnya masih belum bisa diterapkan ke industri terkait. Tidak terfokus dan terpusatnya program dan lokasi pengolahan bijih besi, semakin menjauhkan dari tujuan dan harapan yang diinginkan. Oleh karenanya, lembaga-lembaga yang memiliki fasilitas dan SDM (Sumber Daya Manusia) serta fungsi yang berkaitan dengan perbajaan harus bersama-sama dan bekerja sama memprioritaskan riset dan dananya untuk tujuan membuat riset terpadu guna membangun pengolahan bijih besi mandiri.

c. Peneliti. Peneliti merupakan elemen kunci bagi pengembangan teknologi pengolahan bijih besi. Bahan baku lokal, seperti laterit dan pasir besi yang memiliki sifat-sifat unik (banyak pengotor Ti, V, Ni, Co, dan lain-lain) perlu diolah dengan teknologi tertentu. Para peneliti terkadang masih bersifat individual, dalam artian kurang bisa bekerja sama dengan peneliti di lembaga lain. Padahal teknologi yang telah dikuasainya masih harus digabung atau diintegrasikan dengan teknologi lain agar dapat menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Keterbatasan dana penelitian juga masih menjadi faktor dominan para peneliti untuk tidak kreatif berkarya. Selain itu arahan masing-masing lembaga kepada para peneliti harus sering diberikan.

d. Industri. Industri adalah pelaku utama yang menjembatani temuan-temuan teknologi para peneliti kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Atau dengan kata lain, industri berperan mengubah engineering frontier (teknologi yang tersedia di laboratotium) menjadi economic knowledge (teknologi bernilai ekonomi) dalam bentuk produk. Untuk membuat produk, industri akan menyedot tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Jadi, industrilah yang berperan langsung meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun, ketika produk tidak berkualitas atau tidak memenuhi standar di pasar, maka industri akan menerima kerugian. Untuk dapat memenangkan persaingan, industri harus selalu menjaga kualitas produknya dengan selalu meningkatkan R&Ddengan menjalin kerja sama dengan peneliti di lembaga penelitian.

Teknik Implementasi yang Akan Dilakukan

Teknik pengimplementasian menggunakan atau memanfaatkan bahan lokal seperti pasir besi dengan menyaring pengotor seperti TI Ti, V, Ni, Co, dan lain-lain) yang ada di dalam pasir tersebut dengan aplikasi teknologi daur ulang baja, yaitu dengan kombinasi metoda bubbling dan compound separation.
Pengeliminasian unsure-unsur pengotor dengan metode bubbling(meniupkan udara dalam cairan logam) telah lama diketahui. Dengan bubbling udara atau O2, unsure-unsur memiliki kemampuan oksidasi di atas FeO seperti Si, Mn, B, Al lebih mudah dihilangkan daripada unsur-unsur yang memiliki kemampuan oksidasi di bawahnya seperti Pb, Cu, Ni, dan Co.

Pengoptimalan bubbling akan meningkatkan kecepatan pembersihan Zn, dan pengecilan gelembung-gelembung udara bubbling akan mempercepat proses oksidasi pada pembersihan Al.

Dengan kombinasi metoda bubbling dan compound separation, diyakinkan bahwa unsur-unsur pengotor tersebut dapat dimurnikan dan dapat digunakan sebaga bahan lokal di bidang industri pengecoran logam. Pilihan aggregation agents yang tepat dari mineral alam yang ada di Indonesia menjadi kunci solusi pengolahan bijih besi mandiri dari bahan baku lokal karena bisa mengeliminasi campuran yang ada dalam bahan baku dan hasilnya bisa disimulasikan.

Minggu, 02 Mei 2010

IKM-KOTA BAJA KLATEN


A Latar Belakang

Industri pengecoran logam yang terdapat di Kecamatan Ceper Kabupaten Klaten ini telah ada sejak dahulu kala, yakni terhitung sejak zaman penjajahan Belanda. Dan sampai sekarang industri tersebut masih tetap eksis keberadaanya mengingat produk yang dihasilkan banyak dibutuhkan oleh beberapa instansi dengan skala besar seperti PJKA, PELNI, selain itu beberapa produk yang dihasilkan merupakan pesanan dari luar negeri. Dapat dikatakan bahwa industri pengecoran logam di Kecamatan Ceper ini sudah go publik. Keberadaan industri baik yang berskala kecil, menengah, dan besar ini bisa dijumpai hampir diseluruh wilayah kecamatan Ceper. Keberadaan Industri Pengecoran Logam di Ceper tak lepas dari jasa seorang ahli bijih besi yang berasal dari Serang Banten, bernama Ki Serang Kusuma. Dari awal dirintisnya industri ini hingga sekarang telah mengalami banyak proses dan perkembangan. Industri pengecoran logam ini telah ada sejak abad ke-19. Bermula dari alat-alat pertanian tradisinonal (mata bajak), alat-alat rumah tangga, hingga kini beralih ke produk lain (mesin pelumat tanah liat (mollen), alat press genteng, sambungan pipa, pompa air, dan lain-lain) dan barang antik (hiasan dinding, lampu robyong, lampu jalan, lampu taman, meja kursi, pagar atau tralis, dan lain-lain), kemudian juga produk komponen mesin (komponen mesin tenun, komponen mesin bermotor (sparepart), komponen kereta api (blok rem), komponen mesin diesel, komponen alat listrik dan produk sejenis lainnya). Untuk menilai kualitas produk yang dihasilkan telah didirikan Laboratorium Pengecoran Logam Ceper yang melayani uji pasir cetak, kekerasan, kekuatan tarik, struktur mikro dan analisa komposisi kimia logam.
Industri pengecoran logam di Kecamatan Ceper membentuk suatu klaster yang terdiri 237 unit industri. Kapasitas yang terpasang sebesar 150.000 per tahun (4% kapasitas nasional) dan kapasitas produksi tahunan sebesar 30.000 (20% dari kapasitas nasional), sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan menampung tenaga kerja sebanyak 4000 orang dengan sebagian besar usaha adalah IKM (Industri Kecil dan Menengah).

B Gambaran Umum

Kecamatan Ceper terletak sekitar 10 km arah utara Klaten sepanjang jalan raya Klaten - Solo. Kecamatan Ceper terdiri dari 18 Kelurahan/Desa. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ngawen, Kecamatan Karanganom. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Trucuk dan Kecamatan Klaten Utara. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Pedan. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Delanggu.
Luas wilayah kecamatan Ceper 24,45 kilometer persegi. Dengan jumlah penduduk 57.621 jiwa dengan kepadatan rata-rata 2.357 jiwa per kilometer persegi. Mayoritas penduduk masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian.

Koperasi Produksi Usaha dan Permesinan ( KPUP) Batur Jaya Ceper

Koperasi ini beranggotakan 217 perusahaan pengecoran logam baik yang berskala kecil, menengah dan besar. Secara keseluruhan terdapat 273 perusahaan pengecoran logam akan tetapi hanya 75 persen yang masuk menjadi anggota Koperasi KPUP Batur Jaya Ceper ini. Sebenarnya syarat menjadi anggota Koperasi ini sangat mudah hanya ijin dan memiliki Nomor Pengusaha Wajib Pajak (NPWP) dan membayar iuran wajib anggota. Keberadaan koperasi ini memberikan kontribusi yang besar bagi kelangsungan produksi perusahaan mengingat koperasi ini sering mengadakan pelatihan-pelatihan dan memyediakan laboratorium untuk pengecekan bahan baku sebelum digunakan untuk produksi. Namun belakangan peran koperasi semakin terpinggirkan karena adanya ketidak percayaan diantara anggota dan persaingan usaha yang tidak sehat di antara anggota koperasi sendiri.
Kondisi industri pengecoran logam di Ceper akhir-akhir ini mengalami penurunan aktivitas produksi tepatnya sejak tahun 1995 dan mencapai puncaknya pada krisis ekonomi tahun 1998.

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

1. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan dalam pengecoran logam ini selain lokal juga tergantung dengan bahan-bahan kimia yang harus diimpor. Mahalnya bahan baku membuat beberapa industri pengecoran logam memanipulasi produk dengan cara mendempul produk, mengingat bahan baku yang harganya dulu perkilo Rp .3000 sekarang mencapai Rp.7000, sedangkan besinya seharga Rp 5.300.
Industri- industri ini juga pernah mencoba menggunakan pasir besi yang diimport dari Cina, dan bantuan dari BPPT akan tetapi kalorinya kurang bagus. Mengingat mahalnya bahan baku industri cor logam tak mampu lagi mendapatkan bahan baku tersebut, apalagi kokas yang digunakan untuk pencairan batang besi sulit untuk ditemukan. Kalaupun menggunakan dapur induksi mencapai Rp. 1,5 miliar dan diperkirakan baru mencapai break event point setelah 4-5 tahun produksi investasinya tidak murah.
Selain kesulitan bahan baku besi cor (skrep), kondisi ini juga diperparah dengan tidak tersedianya kokes atau bahan bakar untuk pembakaran besi. Menurut penuturan Anas Yusuf Mahmudi, Ketua Koperasi Batur Jaya Ceper (BJP), persediaan bahan baku besi cor saat ini hanya tinggal 5 persen saja dari kebutuhan total, kondisi saat ini adalah yang paling kritis yang dialami selama ini. Menurut Anas, pada tahun 1997-1998 lalu, sentra industri cor logam di Batur, Ceper, juga mengalami keterpurukan. Hanya saja kala itu dipengaruhi oleh terpuruknya nilai tukar rupiah, tetapi sekarang hamper semua bahan baku sudah tidak tersedia lagi. Saat itu masih ada bahan baku, jadi masih bisa berproduksi, tetapi sekarang banyak pengusaha yang menghentikan produksinya karena kesulitan bahan baku, sedangkan pengusaha yang masih berproduksi hanya tinggal 30 persen saja. Anas menjelaskan selain dari dalam negeri, selama ini pasokan bahan baku besi cor maupun kokes juga banyak mengandalkan dari Cina. Namun semenjak setahun lalu pasokan skrep dan kokes dari Cina terhambat. Akibat semakin sulitnya mendapatkan bahan baku skrep dan kokes. Hal itu menyebabkan sekitar 300 unit dapur peleburan logam yang berhenti produksi, 600 unit mesin bubut , mesin cor, mesin finishing serta beberapa mesin produksi lainnya terpaksa tidak dioperasikan.

2. Pemasaran
Standar minimal pengecoran adalah 10 ton, sedangkan jumlah pesanan yang ada akhir-akhir ini dibawah standard minimal. Karena jumlah pesanan yang tidak mencapai 5-6 ton bahan besi dalam sekali produksi maka beberapa industri pengecoran baja ini dikawatirkan gulung tikar. Mengingat jumlah itu merupakan standard minimal pengecoran agar perusahaan mendapatkan keuntungan. Menurut Badrul Munir B.Sc, Manajer PT Aneka Adhilogam Karya, penurunan pesanan disebabkan berbagai faktor. Selain menurunnya jumlah pembangunan yang membutuhkan peralatan logam, biaya transportasi untuk mengangkut bahan baku dan mendistribusi produk sangat mahal akibat kenaikan harga BBM.
Pemasaran sementara masih mengandalkan pesanan/menunggu konsumen datang ke lokasi pengecoran. Untuk meningkatkan volume pemasaran mestinya teknik pemasarannya harus ditingkatkan dengan membangun workshop dan menugasi sebagian staf perusahaan khusus menanggani bidang pemasaran.
Di pihak lain variasi dan inovasi produk hasil pengecoran tidak berkembang sehingga tidak ada intervensi produk kepada calon konsumen. Hal ini menjadi salah satu masalah dalam kelangsungan industri ini.

3. Sumber Daya Manusia
Tenaga kerja mayoritas berasal dari lokal Kecamatan Ceper sendiri, dan hanya beberapa persen saja yang merupakan lulusan SMK jurusan pengecoran logam. Di Kabupaten Klaten terdapat dua SMK yang mempunyai jurusan pengecoran logam yaitu SMKN 2 Klaten dan SMK Batur Jaya Ceper. Di Kecamatan Ceper terdapat dua SMK yang menunjang supply tenaga kerja di industri pengecoran logam dengan keahlian teknik mesin. Akan tetapi hanya beberapa persen saja lulusan SMK ini yang bekerja disektor industri pengecoran logam. Hal ini terlihat dari kebutuhan lulusan SMK jurusan pengecoran logam yang belum begitu urgen, mengingat SMK Batur Jaya Ceper jurusan pengecoran logam ini baru meluluskan satu kali, dan tahun ini lulusan kedua bagi jurusan pengecoran logam. Padahal industri pengecoran logam di Kecamatan Ceper ini telah ada sejak abad ke-19. Disatu pihak animo peserta didik juga tidak begitu tinggi, terbuktinya jumlah siswa di SMK ini tidak banyak, meskipun pihak sekolah sendiri gencar berpromosi mengenai program unggulan jurusan pengecoran logam dan prospek yang bagus untuk kedepannya. Dan kebanyakan siswa justru berasal dari luar Kecamatan Ceper.

D. Tujuan Studi

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Mengembangkan SDM sesuai dengan kebutuhan cluster industri pengecoran logam melalui model pendidikan.

E Sasaran studi

Sedangkan untuk mencapai tujuan diatas, sasaran yang akan dilakukan adalah:
Mengidentifikasikan home industri yang ada.
Mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh industri pengecoran logam.
Mengidentifikasikan peran SMK jurusan pengecoran logam di Ceper.

KAJIAN LITERATURE

Cluster industri
Teori Cluster Industri Dalam bahasa sederhana, cluster berarti kelompok. Namun tidak semua kelompok industri dapat disebut cluster. Menurut beberapa ahli dalam buku Airlangga Hartarto “Strategi Clustering Dalam Industrialisasi Indonesia” hal 36 – 37 antara lain dikemukakan ciri utama cluster;

1. Menurut Schmit and Nadvi (1999) adalah sectoral and spatial concentrations of firm yang berarti pengelompokan di sebuah wilayah tertentu dari berbagai perusahaan dalam sektor yang sama.

2. Menurut Porter dalam Sakuramoto (2004) cluster adalah sekelompok perusahaan dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis, memiliki kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat complementaris. Cluster merupakan konsentrasi gorgrafis atas berbagai industri yang terkait, penyedia jasa pendukung dan berbagai institusi yang mendukungnya.
Dengan demikian yang paling penting cluster adalah; Pertama pengelompokan industri atau berbagai perusahaan itu dalam sektor yang sama. Sedangkan masalah geografis tidak menjadi persoalan, karena cluster dapat berupa kawasan tertentu sebuah kota sampai wilayah yang lebih luas, bahkan sampai lintas negara. Kriteria geografisnya terletak pada efisiensi ekonomis atau jarak masih menguntungkan atau tidak. Kedua yang penting adalah keterkaitan atau keterpaduan antar industri dalam cluster dengan institusi pendukungnya. Ketiga adalah pengorganisasiannya, yang menunjukkan bahwa cluster adalah dibentuk secara sadar, walaupun tetap dimungkinkan adanya pengelompokan sektoral industri yang terjadi secara alami.

B. Manfaat Cluster

Menurut Schmit and Nadvi (1999) dalam buku Airlangga Hartarto kedekatan geografis mempermudah perusahaan untuk menciptakan keterkaitan yang menguntungkan bagi setiap perushaan di dalam cluster. Pada dasarnya ada dua tipe manfaat bagi tiap perusahaan yang berada dalam cluster yaitu manfaat pasif dan manfaat aktif. Manfaat pasif adalah manfaat yang didapat perusahaan tanpa harus melakukan aktifitas tertentu. Sedangkan manfaat aktif adalah manfaat yang lebih besar yang akan didapat perusahaan dengan melakukan upaya aktif.
Adapun secara lebih rinci manfaat-manfaat yang akan didapat perusahaan yang berada dalam suatu cluster antara lain;

1. Memberikan dampak publikasi.
Konsentrasi perusahaan di suatu wilayah tertentu akan menarik perhatian para calon pembeli dan akan membentuk citra tersendiri yang berkembang dengan sendirinya dari 1 ke lain orang sehingga menjadi publikasi gratis bagi suatu cluster.

2. Mempermudah akses pembeli dengan pesanan besar
Para pembeli yang akan memesan kebutuhan dalam jumlah besar akan lebih yakin dapat terpenuhi dengan hanya datang di satu tempat pengelompokan usaha, ketimbang tempat usaha yang berpencar-pencar. Minimal bila ada suatu pengelompokan akan memudahkan dan memberi banyak pilihan kepada masyarakat untuk memenuhi pesanannya dalam jumlah yang besar.
3. Mempermudah kontrak kerja pada supplier dan subcontractor
Kedekatan geografis mempermudah perusahaan untuk memantau dan memberikan kontrak kerja pada supplier dan subkontraktor mereka. Itu berarti perusahaan dalam suatu cluster akan makin mudah untuk mendapat kontrak kerja khususnya dengan rekan perusahaan di wilayah tersebut.

4. Kemudahan dalam memperoleh bahan baku
Dengan adanya pengelompokan usaha atau perusahaan dalam suatu wilayah, maka permintaan bahan baku menjadi besar. Supplier bahan baku dengan sendirinya akan cenderung datang dan menawarkan dengan biaya yang lebih efisien. Itu berarti perusahaan yang membutuhkan akan lebih mudah memperoleh bahan baku.

5. Mempermudah rekrutmen tenaga berpengalaman.
Cluster pada dasarnya juga akan mendorong berkumpulnya tenaga kerja berpengalaman di wilayah tersebut. Marshall mengistilahkan dengan labor pool dengan keterampilan yang tinggi, sehingga mempermudah perusahaan untuk merekrut tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan.

6. Mempermudah terjadinya alih tehnologi
Perusahaan dalam suatu cluster akan mudah bekerja sama dengan perusahaan lain dalam menggunakan mesin-mesin produksi mereka sesuai kebutuhan. Perusahaan juga cenderung lebih mudah dalam memperoleh berbagai informasi menyengkut pasar, teknologi, partner bisnis, dan lain-lain bila dalam suatu cluster. Dengan demikian berarti akan mempermudah terjadinya alih teknologi.

7. Mempermudah kerjasama antar perusahaan
Manfaat yang dikemukakan di atas termasuk diantaranya data terjadiu secara otomotis, manfaat pasif yang akan diperoleh dengan sendirinya oleh perusahaan tanpa harus melakukan sesuatu.
Apabila perusahaan aktif, maka akan lebih banyak lagi memperoleh manfaat, seperti upaya bersama dalam pemasaran produk, pembelian bahan baku, pelatihan pegawai atau pekerja, penggunaan fasilitas, quolity control, dan sebagainya.

Prasyarat Clustering
Dalam rangka clustering beberapa hal yang harus diperhatikan agar berkembang dengan baik sebagai prasyarat antra lain:

1. Sesuai dengan karakteristik lokal
Clustering menggandaikan manfaat ekonomis atas wilayah yang sama (economis of localization), maka cluster harus diarahkan sesuai dengan karakteristik lokal, kalau tidak maka economis of localization akan hilang.

2. Desenteralis dan partisipasif
Dalam kerangka teori industrialisasi, clustering merupakan bagian dari regional/spasial based approach, sehingga masyarakat dan pemerintah lokallah yang paling tau kondisi atau karakteristik wilayahnya. Maka masyarakat dan pemerintah daerah harus proaktif dan mempunyai keleluasaan dalam kewenangan dan partisipasi dan dengan demikian tidak boleh ada kebijakan-kebijakan yang bersifat sentralisasi.

3. Satu kesatuan dengan industri nasional
Pengembangan cluster yang sesuai dengan karakteristik lokal dan aspek lokalitas secara umum, tidak berarti lepas sama sekali dengan industrialiasai nasional. Clustering adalah bagian dari kebijakan yang berbeda-beda namun tetatp dalam satu payung industri nasionak, clustering khazanah yang memperkaya keberagaman dalam persatuan yang terintegrasi.

4. Dukungan stakeholder
Pengembangan cluster mutlak harus memperoleh dukungan dari berbagai pihak khususnya pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Pengembangan cluster atau strategi clustering memerlukan infrastruktur, memerlukan kebijakan yang memihak pada hidup dan berkembangnya dunia usaha dan dunia industri atau iklim investasi secara luas.Pengembangan cluster perlu dilakukan secara profesional berdasarkan teori industrialisasi dan praktik melaksanakan usaha atau industri dalam semua tahapan yang sistemik.
Pemerintah Daearah, Asosisi Profesi, Para Pengusaha, Pedagang dan Masyarakat pada umumnya perlu bersinerji dalam mendukung pengembangan cluster.

C Pendidikan Kejuruan di Indonesia

Menurut Rupert Evans (1978) pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seorang agar lebih mampu bekerja pada suatu kelompok pekerjaan atau bidang pekerjaan lainnya.
Dalam Undang-Undang nomor 2 tentang Sisdiknas, pendidikan kejuruan didefinisikan sebagai pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Dan yang lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah, pendidikan kejuruan mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja.
Tujuan dari pendidikan kejuruan masih menurut Rupert Evans (1978) adalah ;
1. memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja,
2. meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu,
3. mendorong motivasi untuk belajar terus.
Sedang menurut Peraturan Pemerintah nomor 29 tentang Pendidikan Menengah, pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.
Beberapa model pendidikan kejuruan menurut beberapa pendapat yang dikutip Muslim (2006) antara lain :
a) MARKET MODEL/MODEL LIBERAL, merupakan tanggung jawab industri, model ini diarahkan pada produksi dan pasaran kerja.

b) SCHOOL MODEL/MODEL BIROKRASI, model ini direncanakan, diorganisir dan diawasi oleh pemerintah.

c) DUAL SYSTEM/SISTEM GANDA, model ini merupakan gabungan dari model pertama dan model kedua. Model ini secara umum telah diberlakukan dalam kurikulum smk secara umum namun untuk beberapa keadaan memang tidak efektif. Dalam model ini industri dituntut mengambil peran yang sama dengan sekolah namun kenyataannya hal ini tidak dapat dilakukan karena perbedaab tujuan dimana industri selalu berorentasi pada keuntungan.

d) COOPERATIVE EDUCATION : model ini adalah model dimana pendidikan diselenggarakan bersama oleh sekolah dan industri sehingga peran industri lebih dominant karena industri mempunyai kepentingan akan tenaga kerja yang dihasilkan. Model ini dibedalan menjadi dua :
· SCHOOL AND INTERPRISE : pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara industri dan sekolah.
· TRAINING CENTER AND INTERPRISE

e) INFORMAL VOCATIONAL EDUCATION, model ini adalah system pendidikan yang lahir dengan sendirinya atas inisiatif pribadi atau kelompok untuk memenuhi ketrampilan yang tidak didapatkan dari pendidikan formal.

C Partisipasi industri
Di Indonesia saat ini menerapkan kurikulum berbasis kompetensi, dimana proses pembelajarannya berbasis pada pekerjaan (Work-based learning) dan berbasis produksi. Kompetensi tersebut adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi manusia yang cerdas, dan pekerja yang kompeten, sesuai standar kompetensi yang ditetapkan oleh dunia usaha dan industri.
Peran industri dalam hal ini adalah ikut serta menetapkan standar kompetensi, merumuskan kurikulum bersama sekolah, ikut serta dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan kesempatan siswa untuk magang di industri dan memberikan sertifikat bagi yang memenuhi persyaratan. Hal ini harus dilakukan agar tamatan pendidikan kejuruan menjadi tenaga kerja yang siap pakai dan siap kerja.
Artinya antara lembaga pendidikan kejuruan dengan dunia usaha dan dunia industri harus menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan pembagian tugas tanggung jawab masing-masing. Lembaga pendidikan kejuruan di sekolah melatih siswa ketrampilan dan pengetahuan sesuai yang dikehendaki oleh dunia usaha dan industri, sedang dunia usaha dan industri memberikan tempat magang bagi siswa dan memberikan pelatihan-pelatihan bagi guru agar dapat melatih siswa di sekolah sesuai tuntutan industri.


ANALISIS

Data hasil survei/pengamatan di lapangan

1. Kunjungan Lapangan
Kunjungan lapangan ke Industri Pengecoran logam PUTRA SIDO MAJU milik Bp. Budiharjo di RT 02 RW 06, Dusun Tegalrejo, Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten. Jenis kegiatan industrinya yaitu pengecoran logam dan membuat cetakan dengan produk unggulan spare part kompor gas. Dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 50 orang.

2. Daftar pertanyaan untuk industri
a) Bagaimana proses produksi (oven)
b) Kapasitas produksi
c) Tenaga kerja per-unit
d) Kapasitas tenaga kerja
e) Berapa jumlah tenaga kerja yang terserap
f) Seberapa jauh teknologi yang digunakan
g) Inovasi produk yang dikembangkan
h) Bagaimana pola pemasaran hasil produksi
i) Berapa jumlah tenaga terampil yang berasal dari lulusan pendidikan formal dan SMK jurusan pengecoran logam.

3. Daftar pertanyaan untuk Koperasi Produksi Usaha dan Permesinan ( KPUP) Batur Jaya Ceper
a. Berapa jumlah industri pengecoran logam di Kecamatan Ceper
b. Bagaimana klasifikasi industri pengecoran logam
c. Seberapa jauh kontribusi Koperasi bagi industri pengecoran logam
d. Seberapa jauh peran PEMKAB.Klaten

4. Daftar pertanyaan untuk SMK Batur ceper
a. Bagaimana dukungan SMK batur ceper bagi industri pengecoran logam di Kec. Ceper
b. Berapa kontribusi industri logam terhadap SMK batur ceper
c. Berapa jumlah SMK yang mempunyai program keahlian teknik pengecoran logam

5. Hasil survei/pengamatan

Berdasarkan pengamatan di Industri Pengecoran logam PUTRA SIDO MAJU milik Bp. Budiharjo di RT 02 RW 06, Dusun Tegalrejo, Kelurahan Tegalrejo, Kecamatan Ceper, didapatkan data sebagai berikut :
b. Dapur pengecoran mengunakan dapur kopula dengan kapasitas 15 ton.
c. Jumlah pekerja ada 50 orang dengan pendidikan non kualifikasi
d. Proses produksi tidak menggunakan alat keselamatan kerja yang memadai
e. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari Sido Maju yang melakukan proses finishing dari hasil pengecoran ini
f. Bahan yang digunakan besi rongsok, besi gagal produk, kokas, resin, pasir cetak
g. Kendala yang dihadapi, sulitnya mendapatkan bahan baku besi dan kokas dan jika ada harganya cukup mahal
h. Ada proses penghancuran bahan baku besi yang dilakukan secara manual dengan dipukul dengan hammer oleh tenaga manusia, hal ini diperlukan inovasi alat sehingga pekerjaan lebih cepat.
i. Produk yang di kerjakan adalah komponen dari kompor gas
j. Pemasaran masih menunggu pesanan dari konsumen
k. Tenaga kerja lulusan SMK ada 7 orang dari berbagai jurusan


Hasil Wawancara di koperasi batur ceper :

a. jumlah industri pengecoran logam di Kecamatan Ceper ada 340 dan menjadi anggota koperasi 217 industri
b. klasifikasi industri pengecoran logam ada yang besar, menengah dan kecil.
Industri besar biasanya mempunyai permodalan yang cukup dan melakukan proses pengecoran sampai finishing sendiri dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar dan dapur pengecoran yang dimiliki lebih modern dan kapasitasnya lebih besar. Sedang industri menengah dan sedang dapurnya lebih sederhana dan kapasitasnya lebih kecil dan ada yang tidak bisa melakukan pengecoran sendiri yaitu dengan menitipkan pada industri yang lebih besar.
c. kontribusi Koperasi bagi industri pengecoran logam awalnya cukup baik dengan memdistribusikan order keanggota yang belum ada order dan melakukan pelatihan-pelatihan kepada anggota, tetapi akhir-akhir ini sulit berkoordinasi dengan anggota karena semangat anggota sudah menurun karena masalah yang dihadapi masing-masing industri.
d. peran PEMKAB Klaten akhir-akhir ini juga menurun dan untuk mendatangkan bupati ke ceper untuk diajak berembuk mengatasi masalah yang dihadapi industri pengecoran sulit.
e. Tenaga kerja yang ada di koperasi kebanyakan dari penduduk sekitar dan tidak semua mempunyai latar belakang teknik, koperasi juga menerima siswa dan mahasiswa yang magang. Koperasi bekerja sama dengan laboratorium pengujian bahan milik pemda telah mendirikan politeknik manufaktur untuk mengatasi masalah tenaga kerja trampil dibidang ini.

Hasil wawancara dengan SMK Batur Ceper ;

1. Program keahlian teknik ppengecoran logam dibuka empat tahun silam, tahun ini menginjak tahun ke empat, dan jumlah alumnni sementara baru 40 siswa dan sudah ada yang bekerja di jepang 4 orang sedang sisanya belum terdeksi.
2. Animo peserta didik masih rendah, hal ini dikarenakan siswa setiap hari sudah melihat dari dekat bagaimana proses pengecoran logam, dan kebanyakan siswa saat iini berasal dari luar kecamatan ceper.
3. saat ini program keahlian teknik pengecoran logam dijadikan program unggulan tetapi karena masih banyak masyarakat yang mengetahui program unggulan ini maka animo masyarakat tetap masih rendah.
4. Jumlah siswa saat ini berturut-turut dari tingkat satu, dua dan tiga adalah 44, 33 dan 29 siswa.
5. Laboratorium untuk pengecoran llogam masih sangat sederhana dan baru beroperasi tahun 2007.

B. Analisis data industri pengecoran data

Dari hasil wawancara dengan beberapa pelaku industri baik dari pengusaha dan pekerja dibidang pengecoran dapat disimpulkan bahwa penyebab dari permasalahan di atas adalah ;
1. Belum maksimalnya campur tangan pemerintah pusat dan daerah
Untuk menyelamatkan nasib sentra industri logam di Batur, Ceper, Klaten pihak pengurus Kopperasi Batur Jaya Ceper yang selama ini menaungi para pengusaha mengirimkan surat ke empat menteri, yakni Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menristek, Menteri Energi Sumber Daya Mineral serta Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM). Para pengusaha meminta keterlibatan pemerintah untuk mengatasi kondisi yang dialami saat ini. Salah satu poinnya yang dituntut para pengusaha adalah agar pemerintah membantu penyediaan bahan baku industri cor logam. Mereka juga mengeluhkan produk besi dari pabrik-pabrik di Indonesia yang lebih banyak dilempar keluar negeri sehingga konsumsi untuk dalam negeri sangat sedikit. Para pengusaha menyadari jika diekspor harga jualnya memang lebih tinggi tapi seyogyanya juga diperhitungkan keberlangsungan industri kecil menengah yang ada di dalam negeri. Jika industri cor logam di Batur, Ceper sampai bangkrut maka rentetan akibatnya cukup luas, diantaranya banyak penduduk yang kehilangan mata pencaharian, hilangnya PAD dari sector ini, dan matinya usaha informal yang selama ini bergantung pada keberlangsungan industri cor logam di Batur, Ceper. Sehingga dibutuhkan segera campur tangan pemerintah agar supaya industri pengecoran logam di Ceper ini tidak mati suri.

2. Rendahnya dukungan perbankan
Industri pengecoran logam di Batur, Ceper ini selain membutuhkan dukungan dari pemerintah juga diharapkan ada campur tangan dari pihak perbankan. Dalam hal ini peran perbankan berupa dana pinjaman atau modal yang dapat digunakan untuk kelangsungan produksi. Peran perbankan yang akhir-akhir ini menurun seolah-olah sudah tidak mempercayai akan potensi yang masih bisa dikembangkan dari sentra industri pengecoran ini.
Hal ini menurut beberapa pengrajin sulitnya mendapatkan pinjaman modal di bank karena agunan usaha pengecoran sudah tidak dianggap memenuhi kreteria layak oleh bank. Hal ini salah satu penyebabnya adalah kondisi industri pengecoran yang terus menurun akhir-akhir ini.

3. Minimnya pemanfaatan t eknologi
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi pengecoran logam masih tergolong usang dan out to date. Dapur pengecoran masih menggunakan dapur tungkik dan kopula, dimana dengan menggunakan dapur ini kekerasan hasil pengecoran dan komposisinya tidak dapat diketahui sebelum dilakukan pengecoran sehingga kualitas produksinya kurang baik. Sedang untuk beralih ke dapur listrik/Induksi diperlukan investasi yang tidak sedikit dan peran perbankan dalam hal ini sangat diharapkan.

4. Kualitas produk belum memenuhi standar
Produk yang dihasilkan kualitasnya belum memenuhi standar marketing. Mengingat bahan baku yang digunakan untuk produksi tidak melalui uji tes laboratorium terlebih dahulu. Selain itu juga terdapat beberapa produk yang dimanipulasi dengan didempul supaya kelihatan bagus kualitasnya. Kontrol terhadap proses produksi biasanya sangat lemah dikarenakan terbatasnya tenaga kerja ahli dibidang ini.

C Analisa peran pendidikan dalam cluster industri.

Cluster industri pengecoran logam di Batur Ceper telah berkembang puluhan tahun, namun pendidikan yang mensuport tenaga kerja (menyiapkan sdm) dibidang ini belum ada. Baru tahun 2003 di SMK Negeri 2 Klaten mulai membuka program keahlian pengecoran logam yang untuk angkatan pertama hanya satu kelas (36 siswa), tahun berikutnya 2004 di SMK Batur Jaya Ceper juga mengikuti membuka program keahlian serupa juga hanya satu kelas yang jumlahnya hanya 32 siswa. Sampai tahun 2008 dari kedua sekolah yang membuka program pengecoran baru meluluskan tiga kali dan dari lulusan tersebut belum ada yang bekerja di Ceper tetapi bekerja di luar Ceper.
Berdasarkan data tersebut di atas, kebutuhan tenaga kerja dibidang pengecoran seolah-olah tidak diperlukan hal ini terbukti tidak adanya permintaan sdm dibidang pengecoran logam. Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan didapat data bahwa tenaga dibidang pengecoran logam tidak dituntut keahlian apa-apa yang dibutuhkan adalah kemauan bekerja dan kuat. Dari lokasi observasi tenaga pengecoran dan pembuatan model serta cetakan berjumlah 59 orang dengan latar belakang bermacam-macam ada yang hanya lulusan SLTP, SMEA dan ada yang tidak tamat sekolah.
Sejak berkembangnya industri pengecoran logam sampai tahun 2003, dimana usaha ini sudah mulai redup, belum ada permintaan tenaga kerja di bidang ini, artinya ada yang salah dalam industri ini, perusahaan berarti tidak memerlukan pengembangan dan peningkatan kualitas tenaga kerja untuk mengatasi perkembangan dan tututan kualitas produksi dari pasar, pastilah akan mengalami kondisi dimana perusahaan tidak bisa bersaing dengan kompetitor yang lebih kuat.
Keberadaan SMK yang membuka program keahlian pengecoran logam dari hasil wawancara ternyata tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan dari industri karena kondisi usaha yang sedang menurun, walaupun program ini dijadikan unggulan tetapi waktunya kurang tepat.
Yang perlu dilakukan adalah dengan duduk bersama antara industri, lembaga pendidikan baik perguruan tinggi, SMK, pemerintah dan stakeholder yang lain untuk membicarakan masalah yang dihadapai dan mencari tenaga macam apa yang diperlukan oleh industri sehingga dapat membantu keluar dari krisis.
Peran pendidikan diharapkan dapat membackup kebutuhan tenaga kerja dari industri tersebut dengan bekerja sama dengan industri sehingga hasil tamatannya sesuai dengan kebutuhan industri.


STRATEGI
Konsep Dasar

Di mana ada Cluster industri maka akan terdapat permintaan tenaga kerja di bidang itu, artinya untuk mendukung keberlangsungan dari kluster industri tersebut harus didukung adanya lembaga yang mensuplai tenaga kerja tersebut. Munculnnya Kebutuhan akan Industri dipercaya akan mampu menjadi engine of growth. Industri yang kokoh akan mampu mendorong peningkatan ekspor, penguatan devisa dalam negeri, penciptaan lapangan kerja baru dan pengembangan distribusi pendapatan masyarakat. Dalam kerangka yang lebih luas industri akan mendorong penguatan sektor pendidikan karena tuntutan dalam hal sumber daya manusia dan alih teknologi.

Program

Dunia pendidikan sebagai pondasi dasar dalam membentuk lapis masyarakat yang berdaya saing global. Pengembangan cluster membutuhkan dukungan dari semua pelaku, masyarakat daerah dan berbagai lembaga terkait. Upaya ini juga membutuhkan proses yang berlanjut. Pengembangan cluster seharusnya juga merupakan bagian dari arah besar pembangunan daerah. Untuk memastikan dukungan semua pihak dan keberlanjutan maka diperlukan dasar hukum yang mengikat. Sebaiknya, pengembangan cluster suatu wilayah tertentu ditetapkan lewat Peraturan daerah. Dengan demikian jaminan keberlanjutan dan dukungan lintas pelaku dapat diharapkan.


Kelembagaan


Secara umum pengembangan cluster dibutuhkan dukungan tiga pilar utama yaitu pemerintah, industri, dan perguruan tinggi. Ketiganya memiliki hubungan interdepensi dan peran yang berbeda-beda. Berkembang tidaknya cluster lebih ditentukan oleh interaksi diantara tiga pilar tersebut. Semakin kuat mereka berperan sesuai posisinnya semakin baik perkembangan cluster.


PENUTUP

Kesimpulan

Rupert Evans (1978) merumuskan pendidikan kejuruan bertujuan untuk ; 1) memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, 2) meningkatkan pelihan pendidikan bagai setiap individu, dan 3) mendorong motivasi untuk belajar terus.
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 dirumuskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. SMK sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 15 undang-undang sisdiknas merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekarja dalam bidang tertentu.
Tujuan yang pertama sesuai rumusan tersebut termasuk didalamnya kebutuhan tenaga kerja industri, dalam hal ini pendidikan semestinya dapat mengambil peran yang strategis dalam pengembangan industri termasuk industri pengecoran logam di ceper. Namun demikian sejak industri ini berkembang baru tahun 2003 muncul SMK yang mempunyai program keahlian pengecoran logam disaat industri ini dalam keadaan mati suri.
Peran pendidikan kejuruan dalam hal ini diharapkan dapat mencetak tenaga menengah di bidang pengecoran logam yang siap kerja keras, mempunyai wawasan mutu produksi yang baik, dan inovasi yang tinggi sehingga dapat membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh industri pengecoran logam.
B. Rekomendasi dan Alternatif Inovasi pendidikan

Sekarang ini SMK secara umum telah menggunakan Dual Sistem tetapi hasilnya belum optimal, dikarenakan tidak adanya keterlibatan secara aktif pihak industri dan kecenderungannya perusahaan tidak mau diganggu oleh keberadaan siswa yang magang.
Untuk kondisi di sentra industri pengecoran logam di Ceper sebaiknya dicoba menggunakan school and interprise, dimana program ini dikelola bersama oleh industri dan sekolah. Dengan demikian kebutuhan tenaga kerja di industri bisa dipenuhi oleh sekolah sesuai harapan industri. Kondisi ini menimbulkan simbiosis mutualisme dimana antara sekolah dan industri sama-sama mendapatkan keuntungan. Sekolah mendapatkan transfer ilmu , teknologi, dan ketrampilan bagi tenaga pengajarnya dan alumni langsung dapat bekerja diindustri karena merupakan pesanan dari industri dan industri mendapatkan kkebutuhan tenaga kerja sesuai kebutuhan tanpa harus mengeluarkan dana investasi membangun sekolah sendiri.
Untuk menghindari penumpukan tenaga kerja sejenis, program ini diberlakukan buka tutup sesuai kebutuhan industri dan dimungkinkan membuka program baru jika memang diperlukan sesuai dengan proyeksi kebutuhan tenaga kerja dari industri.